Saat ini, tak kurang dari 12 juta orang beribadah di Mekkah dan Madinah setiap tahunnya. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga 17 juta jamaah jelang tahun 2025. Dari jamaah itu, Indonesia termasuk yang terbesar di dunia: tak kurang dari 2000 orang pergi umrah tiap bulannya, dan sekitar 200 ribu orang pergi haji tiap tahunnya.
Tahun 2013 ini, Raja Abdullah selaku Penjaga Dua Kota Suci (Khadimul Haramain) telah membuat Master Plan untuk memperluas kawasan Masjidil Haram sekitar 35 persen. Untuk itu, pihak kerajaan telah menganggarkan 40 miliar Riyal Saudi atau sekitar Rp 91 triliun. Dengan harapan, masjid ini mampu menampung lebih dari 2 juta jamaah haji.
Pemugaran Masjidil Haram sejatinya bukan sesuatu yang baru, karena dalam sejarahnya, Masjidil Haram beberapa kali direnovasi dan diperluas. Sebelum membahas renovasi Masjidil Haram tahun 2013, ada baiknya pembaca mengetahui bagaimana Masjidil Haram mengalami pemugaran dari satu generasi ke generasi.
Zaman para Anbiya
Ka'bah sebenarnya sudah ada sejak Nabi Adam as. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa akibat banjir besar di zaman nabi Nuh as., Ka'bahhancur. Hingga pada 1500 SM, Nabi Ibrahim as. dan Nabi Isma'il as. kembali membangun Ka'bah tepat di atas bangunan Ka'bah yang dibangun Nabi Adam as.
Konstruksi bangunannya saat itu diambil dari bebatuan di bukit Hira, Qubays dan tempat-tempat lainnya. Pembangunan tersebut tercatat selesai dengan panjang 30 sampai 31 hasta atau sekitar 13 meter, dan dengan lebar mencapai 20 hasta atau sekitar 9 meter.
Pada awalnya, Ka'bah ini berbentuk 4 persegi dengan 2 pintu tanpa atap sehingga banyak terjadi pencurian barang-barang berharga milik kabilah-kabilah setempat. Untuk itu, para pembesar suku Quraisy berinisiatif merenovasi Ka'bahagar lebih aman dari aksi-aksi pencurian.
Pada mulanya, pembesar kaum Quraisy tidak ada yang berani menghancurkan Ka'bah karena tempat tersebut sarat akan sejarah panjang para pendahulu-pendahulu mereka. Kemudian muncullah al-Walid bin Mughirah al-Makhzumy yang memberanikan untuk merenovasi Ka'bah menjadi lebih besar dan beratap.
Sebagaimana dikutip dari kisahmuslim.com, al-Walid dikisahkan mendaki ke atas Ka'bahdengan membawa palu seraya berkata, "Ya Allah, kami tidak menghendaki melainkan perbaikan." Lalu ia mulai menghancurkannya. Melihat hal itu, kaum Quraisy mengikuti jejaknya.
Di sela-sela proses pembangunan Kakbah, al-Walid melarang kaum Quraisy untuk menggunakan harta yang diharamkan Allah SWT. "Janganlah kalian memasukkan ke dalam rumah Rabb kalian melainkan harta terbaik kalian. Janganlah kalian memasukkan ke dalam pembangunannya harta dari hasil riba, judi, dan upah lacur. Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik," tutur al-Walid.
Meski berperan dalam pembongkaran Ka'bahuntuk pertama kalinya sejak pembangunan awal pada zaman nabi Ibrahim as. dan nabi Ismail as, al-Walid termasuk orang yang memiliki kesombongan atas kemuliaan suku serta asal muasal keturunannya dibandingkan suku lain.
Zaman Rasulullah
Pada zaman Rasulullah SAW, pernah terjadi banjir besar yang melanda sebagain besar wilayah Mekkah. Banjir tersebut telah menyebabkan sebagian Ka'bah menjadi rusak. Renovasi pun menjadi solusi yang terelakkan. Rasulullah sendiri menjadi salah satu peserta pembangunan Ka'bahpasca banjir yang melanda sebagian kota Mekkah.
Ketika pembangunan Ka'bah selesai, terjadi permasalahan yang mengakibatkan perselisihan antarsuku dan kabilah di sekitar Mekkah: siapa yang paling berhak menaruh hajar Aswad. Beberapa pendapat mengerucut dengan menjadikan Rasulullah yang dirasa berhak untuk mengangkat hajar Aswad dan mengembalikan ke tempatnya.
Namun dengan rendah hati, Rasulullah tidak melaksanakannya sendirian. Beliau menggunakan sehelai kain yang diangkat secara bersama-sama dari masing-masing perwakilan (baca: pembesar) kabilah. Perbuatan terpuji Rasulullah ini kemudian dipuji dan dianggap mampu menetralisir ketegangan antara kabilah-kabilah setempat.
Zaman Khulafaurrasyidin
Kemudian di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab (634-644), Masjidil Haram dipugar untuk pertama kalinya.
Saat itu, Khalifah kedua setelah Abu Bakr as-Siddiq tersebut memerintahkan pembongkaran beberapa rumah yang mengelilingi Ka'bah untuk mengakomodasi meningkatnya jumlah penziarah dan membangun sebuah tembok setinggi 1,5 meter.
Pada zaman Usman bin 'Affan (644-656), ruang doa diperbesar dan ditutupi dengan atap pada kolom kayu dan lengkungan.
Zaman Umayyah dan Abbasiyah
Zaman Umayyah dan Abbasiyah
Renovasi terbesar dilaksanakan pada tahun 692. Saat itu, Khalifah Abdul Malik bin Marwan menaklukkan Mekkah dengan bantuan Ibnu Zubair. Di tangan Ibnu Zubair, dinding luar masjid dipertinggi, langit-langitnya ditutupi dengan kayu jati, dan pusat kolom dicat dengan emas.
Selanjutnya, pada masa al-Walid (705-715), anak dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan, kontribusi dalam renovasi serta perbaikan Masjidil Haram juga tidak bisa diremehkan. Kolom kayu Masjidil Haram diganti dengan bahan marmer serta mengubah lengkungan berbahan kayu jati dengan lengkungan dekorasi motif mosaik.
Proses modernisasi ini terus berjalan hingga pada zaman Khalifah Abbasiyah, Abu Ja'far Al-Mansur (754-775). Di masanya, Khalifah al-Masur memperbesar ukuran Masjidil Haram menjadi dua kali lipat untuk ukuran sayap utara dan barat, ruang doa, serta mendirikan menara Bab al-Umrah di sudut barat laut.
Dengan semakin banyaknya jamaah yang datang untuk melaksanakan ibadah haji serta ziarah ke Kakbah, pada zaman Khalifah al-Mahdi (775-785), Masjidil Haram kembali diperluas. Rumah-rumah di sekitar Masjidil Haram dihancurkan. Pagar masjid baru berpusat di Ka'bah, berukuran 196 X 142 meter.
Selain itu, al-Mahdi juga membangun tiga menara yang dimahkotai crenellations (semacam pagar berundak yang biasa terlihat pada benteng-benteng peninggalan sejarah) dan ditempatkan di atas Bab as-Salam, Bab Ali, dan Bab al-Wad
Dinasti Mamluk
Kejadian yang tidak diduga terjadi pada tahun 1399. Pada tahun tersebut, bagian utara Masjidil Haram terbakar.
Kebakaran tersebut mengakibatkan lebih dari seratus kolom marmer dan plafond dari Masjidil Haram rusak. Selain itu, banjir kembali melanda Mekkah, yang mengakibatkan bagian-bagian tertentu terkena dampaknya.
Pada periode ini, Sultan Nasir bin Fara Barquq (1399-1405) melakukan renovasi pada Masjidil Haram dengan mengganti kolom marmer yang rusak dengan kolom batu yang digali dari pegunungan dekat kawasan Hijaz dan atap ditambal dengan kayu lokal dari pegunungan Thaif.
Era Turki Utsmani
Era Turki Utsmani
Tidak kalah dengan pendahulunya, Daulah Turki Utsmani juga memiliki kontribusi dalam pembangunan
Masjidil Haram. Di antaranya yang dilakukan oleh Sultan Selim II (1566-1574) pada tahun 1571. Pada masa pemerintahannya, Sultan Selim II memerintahkan arsitek bernama Sinan untuk merenovasi masjid.
Dalam prosesnya, Sinan menggantikan atap datar dari ruang doa dengan kubah dihiasi dengan kaligrafi bersepuh emas di dalam. Kolom baru dibawa dari pegunungan Syam, kemudian ditempatkan di antara kolom tua untuk mendukung atap baru.
Pada Masa Sultan Murad IV
(1623-1640), hujan yang turun mengakibatkan kolom serta kaligrafi bersepuh emas menjadi rusak. Renovasi yang dilakukannya yaitu dengan arcade batu baru yang didukung pada kolom tipis, dengan medali berbentuk prasasti antara lengkungan. Ubin lantai di sekeliling Ka'bah diganti dengan ubin marmer berwarna biru dan membangun 7 menara yang mengelilingi Kakbah.
Raja Abdul Aziz
Setelah Sultan Selim merenovasi Masjidil Haram secara modern tahun 1570. Maka arsitektur inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat ini. Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci. Raja Abdul Aziz adalah raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Masjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz, Masjidil Haram semakin banyak didatangi oleh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia. Untuk menampung para jamaah, Masjidil Haram pun diperluas hingga dapat menampung kapasitas 48.000 jamaah.
Raja Fahd
Pada masa pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat 1 juta jamaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan tambahan beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang tambahan juga dibuat. Selain itu, berbagai perangkat modern, seperti pendingin udara, eskalator, dan sistem drainase juga ditambahkan.
Raja Abdullah bin Abdul-Aziz
Tahun demi tahun, jamaah haji semakin membludak. Pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar masjid mampu menampung 800 ribu hingga 1.2 juta jamaah.
Mega proyek ini rencananya akan mengubah kawasan Masjidil Haram dari 356.000 meter persegi menjadi 812.000 meter persegi. Sehingga daya tampung masjid ini menjadi lebih banyak. Proyek perluasan ini juga mencakup pembangunan toilet-toilet baru dan jalur jalan untuk troli yang benar-benar terpisah dari jalur para pejalan kaki.
Perluasan ke arah Marwah (bekas Pasar Seng) ini termasuk terowongan pejalan kaki yang dilengkapi dengan eskalator dan semua fasilitas yang dibutuhkan untuk keamanan dan kenyamanan jamaah.
Pemerintah Arab Saudi juga membangun tempat parkir, dan memperluas lokasi sa'i antara Bukit Shafa dan Marwah menjadi tiga tingkat. Pembangunan intensif juga terjadi di Mina, Muzdalifah, dan Arafah, yang menjadi rangkaian tempat pelaksanaan ibadah haji. Tempat pelemparan jumrah ditata ulang demi keamanan jamaah.
Jaringan transportasi subway juga akan dibangun mulai seputar Masjidil Haram hingga Arafah. Bagi jamaah yang ingin berbelanja, toko perbelanjaan akan ditata rapi sehingga memudahkan jamaah yang ingin pulang ke negaranya dengan membawa oleh-oleh dari Arab.
Para jamaah juga akan disuguhi gedung pencakar langit baru sebagai pusat perbelanjaan, apartemen, dan hotel-hotel baru. Tentu, pembangunan Ini akan menggusur seluruh bangunan yang ada di sekitar Masjidil Haram.
0 Response to "Masjidil Haram dari Masa ke Masa"